Yang Berbohong di Bawah Alquran
[ad_1]
TEUKU Nara Setia membantah semua keterangan yang disampaikan saksi yang dihadirkan kejaksaan dalam sidang perkara dugaan korupsi wastafel di Pengadilan Negeri Tindak Pidana Korupsi Banda Aceh. Bahkan dia membantah bukti paraf pada secarik kertas berisi nama paket pekerjaan wastafel itu.
Teuku Nara adalah bekas Sekretaris Dinas Pendidikan Aceh. Kehadirannya sebagai saksi pada sidang lanjutan kemarin diharapkan mengungkap banyak hal seperti yang disampaikan oleh berpuluh saksi yang dihadirkan ke ruang persidangan.
Namun sepanjang persidangan, Teuku Nara malah membantah pertanyaan hakim berdasarkan keterangan saksi-saksi sebelumnya. Bahkan upaya pengacara terdakwa mencecar Teuku Nara dengan sejumlah pertanyaan dihentikan hakim yang merasa tidak perlu bertanya lebih banyak kepada Teuku Nara.
Tak hanya Teuku Nara, saksi lain Syifak Muhammad Yus, juga dinilai hakim tidak jujur menjawab hubungannya dengan Teuku Nara dan orang yang memungkinkan dirinya mendapatkan ratusan paket meski hanya sanggup mengerjakan 19 paket pengadaan wastafel. Karena bagi hakim, tidak mungkin Syifak mendapatkan pekerjaan itu tanpa pengaruh orang lain terhadap Teuku Nara.
Kesaksian seseorang di persidangan sendiri merupakan hal penting. Bahkan keterangan itu sendiri menjadi salah satu alat bukti dalam perkara pidana dari seseorang yang mendengar sendiri, melihat sendiri dan mengalami sendiri satu peristiwa. Saking pentingnya, para saksi diwajibkan bersumpah di bawah kitab suci masing-masing sebagai upaya menjaga kesakralan pengadilan.
Meski disumpah menggunakan kitab suci sebelum bersaksi, banyak orang berbohong tentang satu peristiwa untuk melindungi diri dan orang-orang tertentu. Karena itulah Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana memberi ruang untuk menjerat saksi yang memberikan keterangan tidak benar dengan ancaman pidana.
Hal ini dapat dilakukan oleh hakim, atau jaksa, yang menganggap saksi berbohong. Bahkan saksi dapat ditahan dan dituntut dengan tuduhan bersumpah palsu. Apalagi jika kebohongan itu merugikan terdakwa meski pengadilan juga memberikan kesempatan bagi saksi, selama diperiksa, menarik kembali keterangan palsunya.
Kesaksian palsu adalah kejahatan yang menimbulkan ketidakadilan. Kepalsuan itu berpotensi menyesatkan hakim saat memutuskan sebuah perkara. Karena kesaksian palsu, seseorang terancam penjara dan kehilangan hak-haknya. Jika merasa seorang saksi memberikan keterangan palsu, maka hakim berhak mengabaikan kesaksiannya. Hakim tentu tak perlu mendengarkan kesaksian orang yang zalim. Bahkan kepada Tuhan pun dia tak takut.***
[ad_2]
Source link

Tinggalkan Balasan